Thursday, 28 September 2023
HOTLINE: (0271) 653 025 / 081234 567 890
  • Home
  • Tajdid
  • Haedar Nashir: Nilai Agama, Pancasila, dan Keluhuran Bangsa telah Luruh
Haedar Nashir: Nilai Agama, Pancasila, dan Keluhuran Bangsa telah Luruh

Haedar Nashir: Nilai Agama, Pancasila, dan Keluhuran Bangsa telah Luruh

SOLO, MUHAMMADIYAHSOLO.COM – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut bahwa berbagai ujaran kebencian, caci maki, hasutan, merendahkan orang lain, permusuhan, serta perangai tak pantas merebak di media sosial tanpa kendali etika, moralitas luhur, dan Pancasila.

Menurutnya, Indonesia memiliki wajah paradoks. Di satu sisi, gegap gempita menuju tahun politik menunjukkan gairah yang besar dari para elit. Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia anjlok di peringkat 130 dari 199 negara sedunia, terbawah di ASEAN. Indonesia berada di peringkat 44 dari 63 negara dalam World Competitiveness Yearbook 2022 yang dirilis Institute for Management Development (IMD).

World Population Review 2022 menunjukkan data, sebagaimana ditulis Haedar di Koran Republika, nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia adalah 78,49. Menempatkan Indonesia pada posisi 130 dari total 199 negara, tidak jauh dari Timor Leste dan Papua Nugini.

“Jangan ditanya indeks korupsi, mantan terpidana korupsi bisa jadi pahlawan di negeri ini. Apalagi soal keadaban bermedsos, memprihatinkan. Microsoft tahun 2020 merilis orang Indonesia terendah digility atau kesopanannya di ASEAN. Padahal bangsa ini selalu mendengungkan keramahan berbudaya adiluhung,” tulisnya, (Republika, 29/4/2023).

Ia juga mengkritik buzzer yang semakin tampil ganas di media sosial. Ilmuwan, imbuhnya, tampil layak buzzer, bahkan ada yang mengancam bunuh banyak orang.

Menurutnya, penyebab berbagai persoalan bangsa ini adalah nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur yang telah luruh dan compang-camping.

“Agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa yang menjadi sumber nilai utama bangsa Indonesia masih belum mewujud secara masif dalam keselarasan dan konsistensi tindakan yang mencerdaskan, mencerahkan, dan memajukan keadaban hidup kolektif,” imbuh pria kelahiran Bandung, 25 Februari 1958 tersebut.

Seolah-olah ketiga nilai mendasar itu memang hidup bersemarak, tapi kehilangan aktualisasinya yang kokoh di tubuh elit dan warga. Tidak mungkin korupsi, kekerasan, kerendahan etika, dan keliaran perilaku di ruang publik maupun media sosial jika nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa berfungsi dengan baik.

Berbagai ujaran kebencian, menghasut, merendahkan, permusuhan, serta perangai tak pantas merebak di media sosial. Untuk menghindar dari jeratan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mereka, menurut Haedar, piawai memainkan kata dan cara meski isinya berisi ujaran-ujaran buruk.

“Makin canggih penguasaan teknologi informasi, kian cerdik manusia bersimulakra yang muaranya menebar onar, hasud, dengki, dan keliaran. Bila perlu usai itu minta maaf dengan ringan sambil mencari dalih pembenar,” tegasnya.

Haedar menyebut, sebagian masyarakat dan elit sering memainkan standar ganda. Para buzzer dan pembikin keonaran sering ditoleransi dan leluasa menyebarkan virus kepremanannya tanpa kontrol kuat dari publik dan tindakan cepat institusi otoritatif. Sementara, kalau pihak lain yang melakukan keonaran di ruang publik, dengan mudah dicap radikal dan dihujat untuk segera ditindak serta diproses hukum. Bila pelaku onar itu datang dari kalangan sendiri dengan ringan dimintakan maaf dan kasusnya ditutup buku.

Agama dan kehidupan beragama serta Pancasila dan kehidupan berpancasila maupun berkebudayaan luhur bangsa kehilangan orientasi dan fungsi nyata dalam mengarahkan perilaku manusia Indonesia. Nilai kemanusiaan dengan dasar Ketuhanan pun mulai mengalami peluruhan.

Haedar mengutip Sukidi Mulyadi, pemikir kebinekaan lulusan Harvard yang juga kader Muhammadiyah, menyebut bahwa mestinya nilai ketuhanan menjadi pondasi bernegara dan bermasyarakat. Namun, “Itu harus selalu diingatkan di tengah situasi krisis. Di mana nilai-nilai yang semestinya menjadi pegangan kita hidup berbangsa dan bernegara ini terkoyak,” ujarnya tegas (Kompas, 27/4/2023).

Keterkoyakan nilai itu tentu mempengaruhi perilaku berbangsa dan bernegara, yang berakar pada banyak sebab serta manifestasinya.

Ditulis oleh : Yusuf

INFORMASI TERKAIT

All
/ 23 September 2023

Peringati Hari Tani Nasional , MPM PWM DIY Ajak Jihad Kedaulatan Pangan

  KULON PROGO, MUHAMMADIYAHSOLO.COM – Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan peringatan hari Tani Nasional “Kedaulatan Pangan Untuk Ketahanan Pangan Keluarga” di panti...
/ 22 September 2023

Rakernas Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Prof. Haedar: Berdakwah Harus Bisa Lebih Fleksibel

  SOLO – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof., Dr., Haedar Nashir pada Jumat, (22/9) di Hotel Syariah,...
/ 26 Agustus 2023

UMS Jadi Tuan Rumah Rakornas LDK Muhammadiyah

SURAKARTA, MUHAMMADIYAHSOLO.COM – Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang diselenggarakan di Ruang Seminar Fakultas Kesehatan (FK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), 25 –...
/ 16 Agustus 2023

Haedar Nashir Jelaskan Cara Mengisi Kemerdekaan ala Muhammadiyah

PONTIANAK, MUHAMMADIYAHSOLO.COM – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut bahwa Muhammadiyah adalah bagian integral dengan Indonesia dan menjadi bagian yang ikut mendirikan republik ini. Muhammadiyah, imbuhnya, dalam mengisi kemerdekaan Indonesia,...
/ 13 Agustus 2023

Haedar Nashir: Salatnya Warga Muhammadiyah Harus Berdampak

PONTIANAK, MUHAMMADIYAHSOLO.COM – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengingatkan bahwa salatnya seorang muslim, lebih-lebih warga Muhammadiyah harus berdampak pada kebaikan dalam sendi-sendi kehidupan. Hal tersebut ia sampaikan...

Diskusi

Galeri Video

GALERI FOTO

TERBARU