Baru baru ini kelompok studi Tajdid Pendidikan berdiskusi dengan sejumlah siswa tingkat SMA yang membicarakan tema lingkungan dan gaya hidup. Pembicaraan ini dilatarbelakangi perkembangan isu lingkungan yang semakin gencar diperbincangkan masyarakat. Isu global warming dan kerusakan tanah akibat kekeringan harus mendapatkan perhatian. Kerusakan tanah dan kekeringan ini akan berdampak pada matinya pohon, dan akan berimbas pada ketahanan pangan masyarakat.
Kondisi suhu bumi yang terus meningkat akan mengakibatkan kekeringan dan berdampak pada bidang pertanian. Melihat fenomena ini, Muhammadiyah memberikan pandangannya dengan menginisiasi fikih ketahanan pangan. Ini merupakan bentuk sumbangsih keprihatinan sekaligus menggagas sebuah gerakan untuk ketahanan pangan agar tidak terjadi kelaparan pada umat manusia. Gerakan ini patut kita dukung dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran tinggi Kembali pada diskusi yang dilakukan oleh kelompok Studi Tajdid Pendidikan, ada hal yang menarik terjadi saat diskusi berlangsung.
Isu limbah plastik terangkat dalam diskusi tersebut. Limbah plastik botol yang setiap hari bertambah akibat konsumsi, tanpa sadar akan menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah bila tidak dikelola. Padahal, dalam literatur sampah, plastik botol ini akan menyebabkan pencemaran seperti pencemaran udara jika sampah botol plasti dibakar, pertumbuhan tanaman terganggu, pencemaran tanah, ataupun pencemaran air.
Salah satu siswa yang ikut diskusi berpendapat untuk mengatasi fenomena sampah botol plastik. Bentuk dukungan kongkrit kita adalah dengan memilah sampah botol plastik (anorganik) dan sampah organik, ujarnya dalam forum diskusi tersebut.
Dinamika Diskusi
Saya mendengarkan dengan seksama kemudian merenungkan, perilaku memilah sampah ini perlu pembiasaan yang konsisten. Bila “memilah” tidak menjadi kebiasaan maka akan sulit diterapkan. Perilaku memilah itu memerlukan kesadaran yang tinggi. Saya sering melihat tempat sampah yang bertuliskan: sampah organik dan sampah anorganik, namun isinya sampah masih seringkali tercampur baur.
Untuk menumbuhkan kesadaran, perlu ada gerakan bersama. Dalam konteks pendidikan, gerakan tersebut perlu diinstitusionalisasi oleh lembaga seperti Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) di sekolah Muhammadiyah. Institusionalisasi merupakan sebuah proses organisasi menetapkan suatu karakter yang ditentukan oleh komitmen organisasi dengan prinsip dan nilai-nilai. Jika karakter peduli lingkungan dengan gaya hidup perilaku memilah sampah yang diwujudkan melalui organisasi, maka ini akan menjadi gerakan bersama yang pada akhirnya akan membudaya.
Sampah Botol Plastik
Sampah botol harus di kelola. Ini sebagai upaya mengurangi timbunan sampah botol plastik di tempat pembungan akhir (TPA) sampah. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan dan diterapkan di sekolah yakni melalui 3 R yaitu reduce, reuse, dan recycle. Reduce ini upaya untuk mengurangi semua bentuk perilaku maupun aktivitas yang dapat menghasilkan sampah botol plastik. Misalnya siswa disarankan membawa tumbler sendiri ke sekolah. Reuse ini merupakan bentuk memanfaatkan kembali sampah botol ke fungsi awal atau dijadikan benda yang bernilai seni. Dan recycle yaitu mengelola kembali sampah botol menjadi barang yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Recycle ini bisa kerjasama dengan para aktivis lingkungan atau lembaga yang bergerak di pengolahan limbah.
Jika ini konsisten dilakukan, maka akan berkontribusi pada berkurangnya kuantitas sampah botol di TPA, mengurangi polusi lingkungan, mewujudkan sirkulasi ekonomi dan terpenting adalah menjaga keseimbangan ekosistem yang saat ini perlu dijaga karena telah tampak kerusakan-kerusakan lingkungan yang terjadi. Mari kita jadikan Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41 menjadi spirit spiritualitas untuk membangun karakter peduli lingkungan dengan perilaku dan gaya hidup, yang salah satunya konsisten memilah sampah.
Penulis adalah aktivis Kelompok Studi Tajdid Pendidikan Kota Solo