Kemarin, komunitas tajdid pendidikan melanjutkan obrolan dengan Zaki Setyawan tentang Muhammadiyah pasca Ahmad Dahlan wafat. Era tahun 1923 adalah fase awal pengembangan Muhammadiyah di tangan murid-murid ahmad Dahlan. Sebut saja Moechtar, Syuja’, Hisyam dan Fachrodin termasuk murid-murid angkatan pertama Ahmad Dahlan. Bukan saja sebagai murid, tetapi mereka juga membersamai Ahmad Dahlan saat mendirikan dan memajukkan Muhammadiyah.
Moectar, adalah ketua pertama bagian taman pustaka. Kisah menarik datang ketika Moechtar diminta memberikan sambutan tentang apa yang akan diwujudkan bagian Taman Pustaka untuk mengembangkan Muhammadiyah. Beliau menyampaikan bagian Taman Pustaka akan bersungguh-sungguh menyiarkan agama Islam. Terutama dengan selebaran, majalah berkala, dan penerbitan buku-buku agama islam yang disebar secara gratis ataupun membeli dengan harga yang diusahakan murah.
Bagian Taman Pustaka ini berupaya membangun masyarakat melalui jalur literasi. Gerakan literasi di Muhammadiyah merupakan langkah yang sangat penting. Bertambahnya ilmu pengetahuan melalui aktivitas literasi bisa menjadi pintu masuk memajukan kualitas kehidupan.
Jejak ikhtiar Mochtar dalam membangun literasi sangat berdampak besar bagi kemajuan Muhammadiyah. Buku-buku yang diperlukan oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah pada waktu itu disediakan melalui percetakan yang dirintis Mochtar bersama Fachrodin.
Haji Fachrodin, seorang yang piawai dan berbakat dalam dunia jurnalistik diamanahi bagian Tabligh Muhammadiyah. Karena kepiawaiannya dalam hal tulis menulis, beliau juga membidani terbitnya majalah Suara Muhammadiyah, sampai sekarang majalah ini tetap eksis. Begitu juga dengan Haji Syuja. Haji Syuja inilah yang menggugah Ahmad Dahlan menerangkan hakikat pengamalan Al-Maun.
Hal menarik dari haji Syuja adalah gagasan untuk membangun rumah sakit, panti sosial untuk orang miskin dan mendirikan panti asuhan, dan pada awalnya ide besar ini ditertawakan. Namun, haji Syuja sebagai penanggungjawab di bidang PKO berkeyakinan bahwa umat Islam lebih layak membangun dengan adanya spirit al-Maun.
Perbincangan kami mengupas juga kiprah Haji Hisyam sebagai arsitek pendidikan Muhammadiyah. Beliau adalah pengurus awal yang membidangi pendidikan. Kiprah haji Hisyam ini menarik dan inspiratif, Bahkan ketika beliau memimpin Muhammadiyah, titik fokus perhatian adalah pendidikan. Tak ayal, dunia pendidikan Muhammadiyah di era haji Hisyam mengalami perkembangan pesat. Sosok haji Hisyam adalah arsitek yang meletakan roadmap pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Berdirinya HIS Met de Qur’an, Volkschool, Klein Handel School, Huishoud School dan Schakelschool di era tahun 1920-1930 an adalah bukti kepiawaian haji Hisyam dalam mengembangkan pendidikan Muhammadiyah.
Berkat jasa mengembangkan pendidikan tersebut, beliau sempat mendapat penghargaan pemerintah Belanda berupa bintang tanda jasa (Ridder Orde Van Oranje Nassau) dan ini menjadi kontroversi di kalangan internal.
Dalam obrolan saya bersama Zaki, saya menyerap nilai-nilai inspirasi perjuangan haji Hisyam. Betapa beliau memiliki visi jauh kedepan terkait membangun peradaban yang maju bagi umat Islam. Jalan kooperatif dengan pemerintah Belanda dipilih bukan tanpa sebab. Strategi ini justru mengakibatkan keberlanjutan dan peningkatan kualitas umat yang signifikan bagi bangsa. Peran Muhammadiyah dalam pendidikan menjadi jalan penerang membangun kesadaran kolektif terbebasnya masyarakat dari kebodohan dan ketertinggalan.
Gambaran perjuangan murid-murid Ahmad Dahlan diatas memberikan inspirasi bagi kalangan muda. Inilah hasil didikan Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya, walaupun Dahlan telah wafat, semangat tajdid membangun umat tetap tumbuh dan semakin kuat dihati para murid-murid beliau. Bersambung…
Ditulis oleh : Hendro Susilo (Anggota Komunitas Tajdid Pendidikan)
Diskusi