Obrolan poadcast hari Rabu, 10 Mei 2023 yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Tajdid Pendidikan mengangkat tema seputar kaderisasi di Muhammadiyah. Bahwa organisasi perlu adanya sumber daya yang handal –Di Muhammadiyah, dikenal dengan sebutan kader– demi keberlanjutan dan perwujudan visi dan misi organisasi. Hal itu adalah sebuah keniscayaan. Tanpa ada “kaderisasi dan kader” maka organisasi akan keropos. Maka, kader adalah embrio yang perlu disiapkan secara matang guna menghasilkan kepemimpinan, dan seorang pemimpin perlu yang namanya penempaan.
Kelompok Studi Tajdid Pendidikan berdiskusi dengan Rio Dwi, seorang relawan Muhammadiyah di Solo dan Zaki Setiawan, seorang aktivis Pemuda Muhammadiyah terkait pengalaman keduanya dalam Persyarikatan. Di awal perbincangan, Rio menceritakan awal ketertarikan pada kegiatan lapangan di Ortom HW sampai akhirnya mengikuti sebuah diklat SAR yang dilakukan MDMC tingkat Jawa Tengah di Kudus. Diklat ini diikuti Rio saat Ia masih duduk di bangku SMA.
Motivasi Rio untuk menjadi relawan Muhammadiyah Solo tidak terlepas dari hasil penggemblengan proses pelatihan dan diklat tersebut. Keinginan membantu dan rasa empati yang dimiliki Rio atas korban bencana, menguatkan untuk berkhidmat menjadi relawan di bawah naungan MDMC. “ Saya merasa potensi bencana yang terjadi di Indonesia cukup besar, maka saya ingin menjadi bagian orang yang bermanfaat untuk sesama yang mengalami musibah” ujar Rio ketika saya tanya terkait motivasi menjadi relawan.
Sementara itu, Zaki Setiawan memberikan ulasan terkait apa yang dialami Rio. Rio lahir dari proses kaderisasi fungsional, ujar Zaki. Di Muhammadiyah, di kenal proses perkaderan utama dan perkaderan fungsional. Perkaderan utama adalah kaderisasi pokok yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan atau pelatihan untuk menyatukan visi dan pemahaman nilai ideologis serta sistem dan aksi gerakan yang diselenggarakan oleh pimpinan persyarikatan seperti Darul Arqom dan Baitul Arqom.
Sedangkan pengkaderan fungsional adalah kegiatan kaderisasi yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, kursus atau kajian intensif terstruktur, namun tidak ditetapkan standar kurikulumnya secara baku dan sebagai pendukung perkaderan utama dan guna pengembangan sumber daya kader. Mengamati proses Rio menjadi relawan yang dihasilkan dari perkaderan fungsional, Zaki melihat perkaderan fungsional lebih efektif untuk menghasilkan kader militan. Kader militan dibutuhkan oleh Muhammadiyah dalam mengembangkan organisasi demi terwujudnya cita-cita Muhammadiyah. Kader bukanlah sekedar predikat formal karena telah mengikuti pendidikan atau pelatihan tertentu. Substansi kader adalah mengacu sejauh mana kualitas perjuangan dalam perwujudan visi misi serta cita-cita persyarikatan.
Selaras dengan hasil penelitian dari Nihayati dan Miftakhul Farid terkait kaderisasi Muhammadiyah dalam aspek sosial yang mengambil lokasi penelitian di Ambarawa, termaktub bahwa sebuah organisasi yang ingin terus eksis perlu memiliki sumber daya manusia berkualitas. Sebab, SDM berkualitas akan memperkuat organisasi dan siap menjadi penyambung estafet kepemimpinan. SDM berkualitas di Muhammadiyah disebut kader militan. Dalam temuan riset ini bahwa tindakan sosial, bekerjasamanya antar Majelis dalam melakukan kegiatan sosial mampu menghasilkan konsensus sosial yaitu melahirkan kader Muhammadiyah yang militan dan kurang militan.
Masih dalam temuan riset tersebut, dikatakan bahwa perkaderan fungsional lebih efektif, karena kaderisasi ini lebih bersifat alami, bukan tuntutan atau keterpaksaan. Akan tetapi lebih pada panggilann hati. Ini juga saya temukan dalam perbincangan dengan Rio terkait motivasi menjadi relawan, bahwasanya panggilan hati dan empati menjadi faktor penguat menjadi relawan Muhammadiyah Solo. Ditambahkan oleh Zaki, bahwa Majelis-majelis serta lembaga perlu inovasi dalam kegiatan-kegiatan atau program kerja yang sesuai kebutuhan . Apalagi AUM yang bergerak di bidang pendidikan, perlu kaderisasi yang matang untuk tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah Muhammadiyah karena mereka dihadapkan dengan siswa yang sangat potensial menjadi kader militan seperti Rio ini, ujar Zaki.
Demikian coretan-coretan saya dalam diskusi kelompok studi “Tajdid Pendidikan” terkait tema kader. Hasil diskusi ini sebagai bentuk refleksi agar pimpinan dan warga Muhammadiyah senantiasa berfikir kreatif dalam hal kaderisasi, Sebab, maju mundurnya organisasi ini tergantung sejauh mana kualitas perjuangan kader mewujudkan dakwah Muhammadiyah. Dengan semakin banyak kader militan, maka Muhammadiyah kedepan akan semakin bersinar, semakin besar dan terus Berkibar. Saya tutup tulisan ini dengan pepatah khas di Muhammadiyah: “Sebelum patah telah tumbuh, sebelum hilang telah berganti. Kader adalah anak panah Muhammadiyah yang siap dilepaskan ke berbagai arah sasaran.”
Wallahu a’lam bishawab.
Ditulis oleh : Hendro Susilo (Majelis Pustaka, Seni Budaya & Informasi PDM Solo, Anggota Kelompok Studi Tajdid Pendidikan)
Diskusi